Ritual Kekayaan Warga Tiongkok
Ritual Kekayaan Warga Tiongkok - Peruntungan masyarakat Tiongkok dimulai awal tahun yang sering diistilahkan Sin Cia yang sarat dengan prosesi. Kepercayaan yang mengarah pada keberuntungan itu disebut Sam Kaw. Isinya antaralain Toa Pek Kong pada tujuh hari sebelum Sin Cia, yakni menghormati para dewa yang terdiri atas Tso Su Kong atau Dewa Air, Kwan Iem atau Dewi Welas Asih, Kwan Kong atau Dewa Kejujuran dan Kebajikan, Tyai Tie Pakung atau Dewa Bangunan, Tu Tie Pekong (Hokian) atau Hu Tie Pekung (Mandarin) yakni Dewa Bumi serta dewa-dewa lain.
Puncaknya, masyarakat Tiongkok berdoa memanjatkan terimakasih kepada Thian Thi Kong atau Giok Hong Sang Tie, yakni Tuhan atas kehidupan, kesehatan, kebaikan dan rezeki yang telah diberikan-Nya selama satu tahun yang telah dilalui.
Menjelang tahun baru, orang percaya bahwa, bumi sedang kosong. Maka, Giok Hong Sang Tie mengirim utusan Sam Kwan Thyai Tie atau Dewa Pencatat Permohonan. Maka, orang berdoa mohon dilimpahkan hartanya selama seminggu berturut-turut. Sebelumnya, melakukan ciswak dengan minta kepada Thay Swei Seng Kun atau Dewa Penolak Bala untuk menjauhkan kesialan atau petaka.
Pada upacara itu, berdasar kepercayaan Tiongkok Kuna, sebaiknya memotong rambut untuk membuang sial. Lantas, ada pemujaan yang mengarah pada pesugihan, yakni menyambut kehadiran Tjai Sen Ya (Hokian) atau Tjai Sen Lau Ye (Mandarin) dengan membakar hio besar yang tahan sampai fajar. Lantas, meletakkan tiga keping uang logam kuning (sukur emas) ke dalam ember merah dan air kran senantiasa mengucur meski kecil. Ini lambang mengucurnya kekayaan ke lingkungan keluarga.
Untuk menyambut Dewa Rezeki, semalaman semua pintu dan jendela harus dibuka. Lampu yang berbentuk lampion dinyalakan.
Kalau sekitar jam satu sampai jam tiga turun hujan atau embun yang tebal, pertanda Dewa Rezeki datang. Saat itulah orang membakar Siu Kim.
Pada hari ketujuh setelah Sin Cia, dianjurkan makan tujuh macam sayur. Biasanya sayur sawi, selada, caisim, pocai, tang pocai, dan lainnya. Ritual Itu disebut Cia Cai (tidak menyantap makanan bernyawa).
Perayaan Imlek sebenarnya dari kebudayaan petani. Tradisi makanan Imlek tiap suku berbeda. Suku Hokkian yang tinggal di Jawatengah, makanan sesajinya berbeda dengan yang tinggal di Surabaya, Jakarta,atau Palembang. Tapi rumusnya, setiap sembahyang Imlek, disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili lambang-lambang 12 shio.
Di Tiongkok, hidangan yang wajib adalah Siu Mi atau bakmi panjang umur dan Chiu atau arak. Sedang di Indonesia hidangan yang tersedia biasanya dipilih yang namanya punya bunyi yang berarti ‘kemakmuran’, ‘panjang umur’, ‘keselamatan’ atau ‘kebahagiaan’, ditambah makanan kesukaan leluhur seperti kue lapis (agar harta berlapis-lapis). Kue mangkok dan kue keranjang tidak pernah dilupakan saat sembahyangan Imlek. Kue keranjang disusun ke atas dengan kue moho atau kue mangkok merah. Artinya, kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok. Dalam altar dilarang memasang bubur karena hal itu lambang kemiskinan
Untuk mendeteksi apakah dewa sudah datang, dilakukan ritual Siok Pwe yakni, melempar dua mata uang. Kalau sisi uang bersebalikan, berarti dewa sudah hadir. Lantas, uang dari kertas dibakar bersama kuacai (pucuk daun sawi yang direndam dalam air panas). Hari ketujuh tahun baru, dilakukan sembahyangan yang sehari sebelumnya diawali dengan puasa mutih.
Agar rezeki segera datang, setidaknya menumpuk sedikit demi sedikit selama setahun, perayaan Imlek ditutup pada hari ke-15 yang disebut perayaan Cap Go Meh. Pada perayaan ini, masyarakat Cina di Indonesia menyediakan makanan berwujud lontong, opor ayam, lodeh terong, telur pindang, sate kambing dan sambal docang. Di Jakarta teman lontongnya Sayur Godog, Telur Pindang dan Bubuk Kedelai.
Ada juga kepercayaan, untuk menjadi kaya, lantas ziarah ke Gunung Kawi pada waktu tertentu, terutama selama seminggu awal tahun baru bermukim di Gunung Kawi, Jawatimur. Sebenarnya, ketika mendaki peziarahan, tujuannya adalah mendoakan dua laskar Pangeran Diponegoro yang dimakamkan di kawasan itu. Karena mendoakan orang berjasa, diharapkan peziarah mendapat berkah dan lancar dalam mencari rezeki.
“Panjatkan doa menurut keyakinan, lalu sebutkan keinginan”, perintah jurukunci. Maknanya, setelah mendoakan sepasang mubaligh, lantas memohon kepada Tuhan agar dilancarkan jalan rezekinya. Jadi, bukan minta pesugihan kepada makam kiai.
Sepasang pendakwah, Kiai Zakaria II dan Raden Mas Iman Sujono yang menjadi titik perhatian.
Kiai Zakaria II adalah cucu Pangeran Diponegoro atau cicit Pakubuwono I yang memerintah Keraton Kartasura pada 1705-1719. Sedang RM Iman Sujono merupakan cicit Sultan Hamengku Buwono I yang memerintah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada 1755-1792. Berarti, keduanya terhitung sebagai trah Kerajaan Mataram.
RM Imam Sujono ketika meninggal dimakamkan satu liang dengan Mbah Jugo, guru spiritual dan ayah angkatnya. Sebagai guru spiritual, etnik Tionghoa menyebutnya Taw Low She yang berarti gurubesar pertama. Sedang RM Imam Sujono diberi gelar Jie Low She atau gurubesar kedua. Karena sebutan yang membuatnya kondang itu, Gunung Kawi lebih sarat dengan peziarah etnik Cina. Jadi, sebenarnya tidak tepat kalau Gunung Kawi disebut ajang berburu pesugihan.
Orang-orang Tiongkok zaman dulu sudah mengenal kiat-kiat spiritual berburu kekayaan. Sebab, mereka mencari harta untuk bekal menuju nirwana. Sehingga, setiap awal tahun Imlek, berbagai medium pesugihan diperbarui dengan menjamas atau mengganti dengan medium baru yang kadang disesuaikan dengan permintaan zaman, terutama gambar yang tertera di bawah Pat Kwa.
Biasanya, sebagai warisan budaya Tiongkok dalam mendesain kekayaan material, orang meletakkan kantung merah berisi kepingan uang kuna yang biasanya dipakai untuk Siok Pwe, menyediakan 12 macam penganan, menggelar pertunjukan liong yang maknanya, hewan mitos itu piawai dalam berburu rezeki.
Juga memasang Pat Kwa. Agar netral, di bawah segidelapan dengan pusat Yin-Yang atau cermin cembung, ditempatkan dewa yang dianggap paling cocok. Entah apa yang terjadi, bila ritual itu dilaksanakan dengan niat baik, khusyuk mohon kepada Tuhan, walau dengan berbagai ubarampe yang bersifat etnik, kekayaan pun hadir.
Ritual Kekayaan Warga Tiongkok
------------------------------------------------
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.